Senin, 11 Februari 2008

PERENUNGAN 22 TAHUN YANG BERLALU

Pagi yang cerah di 30 januari 2008...
Genap 22 tahun sudah kehidupan menjamahku. Bermilyar oksigen telah kuhirup, berjuta liter galon air telah kuserap, tidak sedikit hasil tetumbuhan dan hewan yang telah mendarah daging. Sudah terlalu banyak bumi dan seluruh kandungannya yang disediakan untuk kesenangan dan kenikmatanku. Akan tetapi masih sedikit sekali terasa atau malahan tidak pernah ada rasa terima kasihku kepada ”mereka” yang senantiasa melayani kebutuhanku atas perintah-Nya.
Genap sudah 22 tahun ruh ku bersemayam di jasad ini. Waktu yang cukup untuk mewujudakan peradaban dunia yang baru. Waktu yang cukup untuk mengubah dunia dan segala isinya. Waktu yang cukup untuk mencipta kehidupan generasi-generasi baru. Waktu yang cukup untuk merealisasikan impian yang tidur panjang di bawah sadarku. Waktu yang cukup untuk menebar cahaya di pekat dan gelapnya awan hitam yang menyelimuti permukaan bumi. Akan tetapi masih sedikit sekali terasa atau malahan tidak ada sama sekali perubahan yang kulakukan dalam kurun waktu yang telah berlalu.
Genap sudah 22 tahun aku melihat, mendengar dan merasakan indahnya ”kreativitas” Tuhan di dunia ini. Sejuknya udara pagi, hangat dan menyengatnya kilauan mentari, luasnya bentangan samudra, biru dan gelapnya gumpalan awan nun jauh di atas sana. Ribuan pujian kudengarkan dan tidak sedikit pula caci makian terlontarkan. Sakit, senang, tertawa dan menangis sedih merupakan suatu siklus pergantian emosi yang sering kualami. Akan tetapi masih sedikit sekali terasa atau malahan tidak pernah hati dan lidah ini rasa syukur yang sudah sepatutnya dipersembahkan kepada sang Maha Pemberi.
Genap sudah 22 tahun sudah. Terima kasih ya Rabb..aku berjanji untuk menjadi manusia yang baru. Menjadi manusia yang selalu mengharapkan untuk dapat selalu dekat dan merasakan cinta-Mu. Memaksimalkan segala potensi yang Engkau beri. Mencurahkan segala daya dan upaya untuk tetap di jalanMu. Ampunilah hambaMu ini yang selalu lalai dan lupa.

HIDUP ADALAH PILIHAN

Hidup adalah pilihan. Sadar atau tida sadar, suka atau tidak suka, rela ataupun terpaksa kita telah menentukan pilihan. Lalu kalau begitu bagaimana dengan orang miskin? Apakah iya.. ada orang yang memilih untuk hidup miskin? Bukannya kalau bisa memilih pasti mereka tidak akan memilih hidup miskin. Mereka pasti akan memilih hidup kaya. Sederhana saja jawabnya tidak ada orang yang mau hidup miskin apalagi harus bersusah payah dan menderita. Tapi itu adalah hasil dari pilihan mereka baik di masa yang lalu maupun sekarang. Mengapa saya katakan hasil dari pilihan di masa lalu dan masa sekarang? Hasil dari pilihan masa lalu adalah bagaimana anda memilih untuk menghabiskan waktu di masa lalu. Bagaimana anda bertindak, apakah yang anda lakukan di masa lalu dikondisikan oleh keadaan atau anda bertindak sesuai dengan apa yang anda cita-citakan ? lalu dengan pilihan di masa sekarang apakah ketika anda sudah menyadari kondisi anda yang sekarang apakah anda tetap ”menerima” pasrah begitu saja ataukah anda punya keinginan yang kuat untuk merubah hidup anda lebih baik lagi.
Lalu kalau begitu dimana proses pemilihannya? Proses pemilihannya adalah ketika anda sadar dengan kondisi sekarang, anda hidup miskin misalnya apakah anda tetap memilih untuk hidup dalam keadaan seperti itu. Aaukah anda punya tekad untuk berubah ke luar dari lembah kemiskinan itu. Yaa.. banyak sekali orang yang enggan berpikir tentang hal ini. Karena jika mereka memilih keluar untuk meninggalkan kehidupan”nyaman ” mereka yang tetap susah, miskin dan menderita maka mereka akan berhadapan dengan apa-apa yang sangat dikhawatirkan mereka yaitu takut gagal, diejek oleh kawan kerabat, lebih menderita lagi karena harus bekerja lebih keras lagi, tidak tahu harus melakukan apa, tidak cukup ilmu dan modal dan segudang alasan lain yang akan mengaktifkan program bawah sadar mereka bawah mereka memang ”layak” dan ”harus” hidup miskin. Ditambah lagi dari penerawangan atau peramalan dari mereka-mereka yang mengaku mengetahui masa depan bahwa memang mereka dari sononya ditakdirkan emang hidup miskin, susah plus menderita. Jadi gak usah berpikiran macam-macamlah. Biarkan air tetap mengalir apa adanyan nggak usah menentang arus. Wah..kalau sudah begini semakin repot aja urusannya. Iya betul biarkan air mengalir apa adanya, lah..kalau airnya keruh apa iya kita tetaop disitu aja? Gak mau membersihkannya?
Hidup adalah pilihan. Apa yang kita terima hari ini merupakan pilihan atas keputusan dan tindakan yang kita ambil di masa lalu. Lalu kalu begitu kita bisa dong, untuk menentukan pilihan hidup kita di masa datang agar sesuai dengan apa yang kita impikan dan cita-citakan selama ini. Jawabnya bisa iya, bisa juga tidak. Loh kok gitu? Iya ,kalau kita setelah menentukan pilihan yang kita buat utnuk di masa datang kita bertanggungjawab atas pilihan kita tersebut. Maksudnya? Ya kita mau bertanggungjawab utnuk mengadakan follow up atas pilihan kita. Artinya kita bersedia untuk menginvestasikan waktu, tenaga dan pikiran kita untuk mencapai apa yang telah menjadi pilihan kita tersebut. Kita bersedia untuk keluar dari zona”nyaman” kita utnuk menjemput pilihan tersebut. Akan ada banyak petualangan dan perjuangn serta pengorbanan yang dituntut untuk mencapai pilihan tersebut. Hal inilah yang bagi kebanyakan orang menjadi alasan tidak mau atau enggan untuk memilih apa yang telah menjadi pilihannya. Artinya mereka-mereka yang mengaku hidup dalam kemiskinan dan kesusahan seumur hidup sebenarnya mereka punya pilihan untuk keluar dari dari keadaan atau kondisi tersebut. Tetapi mereka tidak memiliki keberanian untuk mewujudkanya. Mereka aalah orang-orang yang tidak ”bertanggungjawab” terhadap apa sudah menjadi pilihan mereka untuk kehidupan yang lebih baik lagi
Lalu bagaimana dengan takdir. Bukankah setiap manusia sudah ditentukan takdirnya. Lalu bagaimana dengan hidup adalah pilihan. Dan kalau kita ditakdirkan hidup miskin, susah dan menderita trus kita ngotot untuk berusaha jadi kaya, bukankah itu perbuatan melanggar takdir dan menentang apa yang ditetapkan Tuhan? Selain itu kita kan gak bisa melawan takdir Tuhan? Wah, kalau sudah begini agak repot juga menjawabnya. Pertanyaan tersebut tidak sepenuhnya salah dan tidak sepenuhnya benar? Maksudnya adalah kita harus menyamakan persepsi kita dahulu tentang takdir itu apa. Takdir adalah sepenuhnya rahasia Tuhan. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang mengetahui takdir atas dirinya. Manusia diperkenankan mengetahui takdir ketika takdir itu baru terjadi. Dengan kata lain atau agar lebih mudahnya adalah bahwa takdir aalah ketetapan tuhan yang TELAH TERJADI. Lalu bagaimana dengan yang akan terjadi? Apakah itu bukan takdir? Ok agak lebih meluasnya bahasannya. Ada perbedaan prinsip pemahaman kita sebagaimana manusia untuk memahami tentang takdir Tuhan. Hal ini disebabkan terbatasnya pengetahuan manusia. Benar secara keseluruhan takdir merupakan kejadian baik yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi. Dan hal ini hanya Tuhan saja yang tahu tentang takdir manusia yang akan datang. Manusia hanya tahu takdir yang sudah terjadi saja. Artinya apa, akan masih banyak peluang untuk terjadinya perubahan ”keadaan atau kondisi” manusia ke depan. Lantas mengapa kita berkata ”inilah adalah takdirku untuk hidup seperti”. Bukankah ini suatu bentuk kesombongan yang tidak beralasan untuk menghakimi kondisi di masa datang yang tidak ketahui ? bahkan secara tidak sadar kita telah mengaku bahwa kita adalah Tuhan karena memiliki keyakinan tentang takdir ke depan. Bukankah ini dosa besar yang sesungguhnya?
Selain itu ada garansi atau jaminan dari Tuhan sendiri tentang bagaimana memahaminya konsep takdir-Nya yang manusia manapun tidak dapat mengetahuinya kecuali orang yang diberi petunjuk. Yaitu bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib atau keadaan suatu kaum atau manusia sehingga manusia itu sendiri yang mengubahnya.(Ar Ra’du 11). Jadi sudah jelas bahwa kita memang tidak dapat mengubah takdir karena kita memang tidak mengetahui. Yang bisa kita lakukan hanyalah berusaha bersungguh-sungguh mencapainya. Kalu toh akhirnya memang tidak tercapai ya tidak usah terlalu dpermasalahkan. Yang terpenting kita harus menikmati prosesnya. Bisa jadi apa yang menjadi pilihan kita bukanlah yang terbaik kita atau malahan akan menyebabkan kita celaka di masa depan. Tetapai yakinlah tetap akan ada hasil terbaik yang kita dapat jika kita dapat terus berusaha dan bersyukur.

MENGAPA MASIH MENUNGGU

Ide tulisan ini sebenarnya sudah lama “terpendam” dalam pikiran saya, tetapi barulah saat ini “berkesempatan” untuk menuangkannya dalam tulisan. Beberapa bulan yang lalu ada serial drama Korea yang ditayangkan setiap sore hari (Silence judulnya yang diperankan oleh Vic Zhou dan aktris wanitanya saya tidak ingat) oleh salah satu stasiun TV swasta dan cukup menarik perhatian saya. Bukan karena diperankan oleh aktor yang keren dan aktris yang cantik tetapi lebih dari itu ada banyak hal yang bisa kita ambil hikmahnya dari kisah tersebut.
Ringkas cerita ada seorang pemuda yang keren dan kaya yang mempunyai posisi yang cukup tinggi di perusahaan yang nota bene adalah milik keluarga besarnya. Ia mempunyai hubungan yang buruk kepada ayahnya karena sesuatu hal, selain itu juga cukup dikenal “tidak ramah” oleh selurh orang. Hanya ibunyalah orang yang terdekat yang bisa memahaminya. Walaupun begitu hal tersebut tetap tidak mengubah sikapnya kepada yang lain. Selanjutnya dalam cerita tersebut dikisahkan bahwa pemuda tersebut didiagnosa terserang suatu kanker dan oleh dokter divonis hanya sanggup bertahan selama kurang lebih 3 bulan saja. Mendengar vonis dokter tersebut, pemuda tersebut pun stress berat dan putus asa yang berkepanjangan. Ia menangis dan menyesali keadaan dirinya. Habis sudah semua cita-cita dan harapan. Ada satu harapannya yang belum tercapai yaitu bertemu dengan ”teman lama” yang pernah mengisi relung hatinya 10 tahun yang lalu. Dan mereka telah mengikat janji untuk bertemu 10 tahun kemudian yang waktunya tinggal beberapa bulan lagi. Ia merasa sangat sedih karena takut tidak dapat menepati janjinya karena malaikat maut sudah terlebih dahulu menjemputnya. Dalam kesedihannya ia berusaha mengasingkan diri di sebuah desa terpencil, meninggalkan semua yang dimilikinya. Harapannya ia bisa mengkhiri hidupnya dengan penuh kedamaian. Dalam keterasingan dan kesendiriannya ia mendapat suatu ”pencerahan” dari seseorang yang ditolongnya yang tidak lain adalah bekas karyawannya dulu yang pernah dipecatnya dengan tidak hormat. Mantan karyawannya tersebut sedikit heran dengan perubahan yang tampak dari mantan bosnya yang perfeksionis tersebut. Ia berusaha bersikap apa adanya alih-alih sang pemuda yang dulu pernah menjadi bosnya tersebut menanyakan sesuatu hal yang dirasanya cukup aneh. ”apa yang akan kau lakukan jika hidupmu hanya tinggal 3 bulan?” lalu ia pun menjawab kurang lebih seperti ini ”aku akan melakukan hal-hal yang kusukai yang belum sempat kulakukan, aku akan memperbaiki semua kesalahan yang pernah kulakukan dan terakhir aku akan menghargai yang semua yang kumiliki, orang-orang yang kucintai aku ingin mereka tahu bahwa aku benar-benar mencintai mereka”. Lalu dengan wajah tersenyum penuh kebahagiaan ia pun pergi dengan langkah yang penuh kemenangan. Di sisa-sisa hidupnya yang tinggal sedikit lagi ia pun mulai melaksanakan apa yang telah dikatakan oleh mantan karyawannya. Semua orang di sekitarnya agak heran dengan perubahan yang terjadi pada pemuda tersebut. Tetapi hal tersebut tidak dipedulikannya. Ia tidak pernah memberitahukan penyakit yang dideritanya kepada siapapun kecuali kepada mantan tunangannya yang ditolaknya dengan alasan penyakit yang ia derita. Tetapi sebenarnya tidak demikian ia telah menemukan seseorang yang selama ini dicarinya. Tetapi walaupun begitu ia tetap tidak pernah memberitahukan siapa dirinya kepada wanita tersebut. Di akhir hayatnya terkuaklah semua misteri yang selama ini dipendamnya. Tetapi satu hal yang pasti ia telah mengisi sisa-sisa hidupnya dengan sesuatu yang berguna sehingga ia bisa pergi dengan penuh kedamaian.
Pembaca yang budiman. Pernahkah kita bertanya pada diri kita, apa yang akan kita lakukan jika kita diposisi seperti di atas? Mendapat vonis bahwa waktu hidup kita hanya tinggal 3 bulan lagi. Apakah yang akan kita pikirkan dan selanjutnya tindakan apa yang akan kita lakukan untuk mengisi sisa-sisa hidup kita. Apakah kita akan bertindak seperti pemuda di atas. Melakukan semua hal yang diinginkannya yang menjadi cita-citanya selama hidup, memperbaiki semua kesalahannya yang pernah dibuatnya dan lebih mensyukuri dan menghargai apa yang telah didapatnya selama ini. Ataukah kita malah akan menjadi orang skeptis dan pesimis, putus asa yang berkepanjangan karena merasa apa yang akan kita lakukan tidak akan berguna lagi. Selanjutnya kita hanya mengisi waktu yang tersisa dengan kesenangan belaka, atau yang lebih ekstrem lagi kita malah berniat untuk bunuh diri untuk menyangkal vonis yang telah dijatuhkan dokter tersebut akibat akumulasi dari stress dan tidak sabarnya menjalani cobaan yang ada
Pembaca budiman. Sebenarnya pemuda di atas saya katakan cukup ”beruntung” karena bisa ”mengetahu” bahwa usianya yang tinggal 3 bulan lagi. Mengapa saya katakan beruntung? Karena pemuda itu telah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ia meninggal. Ia telah berusaha melakukan yang terbaik dalam hidup walaupun hanya sedikit dan sebentar waktunya. Tetapi satu hal yang pasti ia sudah melakukan ”persiapan” untuk menemui malaikat maut yang mau menjemputnya.
Lalu bagaimana dengan kita? Yang tidak pernah tahu dan tidak akan pernah mengetahui kapan vonis tersebut akan datang. Apakah kita kan tetap begini-gini saja?tidak ada perubahan dan perbaikan yang akan kita buat? Bisa saja hidup kita divonis sama dengan pemuda tersebut atau malah bisa jadi lebih pendek lagi. Lalu hal terbaik apa yang telah kita buat selama hidup ini? Apakah kita sudah meraih hal-hal yang menjadi cita-cita kita? Apakah kita sudah melakukan sesuatu hal yang berguna bagi kehidupan manusia? Atau malah hidup kita penuh dengan tinta hitam dan kelam yang tidak pernah memberikan manfaat kepada orang lain, malahan kita yang menjdi beban dan menyusahkan orang lain.
Pembaca yang budiman..lalu mengapa kita masih menunggu? Dan apa yang akan kita tunggu untuk melakukan perubahan dan perbaikan diri ke arah yang labih baik. Kita merasa kita masih muda sehingga sering kita berkata ”tunggu sampai tua lah baru berubah” apa iya..kesempatan kita masih ada sampai kita tua. Lah kalau tidak..apakah kita mau menaruhkan hidup kita yang sangat berharga ini? Apakah kita menunggu sampai ajal menjemput sehingga kesempatan Itu sudah tidak ada lagi Sesungguhnya detik demi detik, hari demi hari kan terus berjalan. Waktu kita semakin sedikit di dunia ini. Jangan sampai kita menjadi orang yang kan menyesal berkepanjangan. Karena waktu tak kan pernah kembali dan tak kan pernah terhenti. Waktu tak kan pernah menunggu kita untuk berubah.. Lalu pertanyaaan... mengapa masih menunggu...