Jumat, 04 April 2008

Bertahan..

Di sebuah daerah terpencil di pinggiran kota, ada seorang guru muda yang sudah cukup lama mengabdi sebagai pengajar di sebuah Sekolah Dasar Terpadu. Gajinya tidaklah terlalu besar, masih di bawah standar UMR daerah tersebut. Sebagai seorang wali kelas, tugasnya tampak lebih berat dan full setiap harinya. Bahkan tugas -tugas administrasi kelas pun membuatnya selalu lembur.
Pada awalnya, dia menikmati semua itu. Besar kecil nya gaji tak membuatnya pasrah, ia tetap bersemangat dengan memendam harapan akan adanya kehidupan yang lebih baik baginya kelak.

Namun, sebagai mana manusia pada umumnya, keletihan dan ketidak puasan pasti datang seiring berjalannya waktu. Perbaikan standar gaji tak juga diterimanya. Sedangkan dia harus membiaya hidupnya sendiri yang semakin hari semakin membengkak. Gaji tak bisa lagi menutupi kebutuhan hidup, sedangkan dia sama sekali tidak menyukai sesuatu yang gratis atau hanya bergantung pada pemberian orang.

Maka dia pun menambah aktivitas yang bisa menghasilkan pemasukan tambahan. Dia berjualan baju di pasar setiap hari libur, dan mengajar anak TK sesudah mengajar di SD, sampai malam. Begitulah setiap harinya. Tak ada waktu untuk berleha -leha. Agar bisa tetap bertahan.

Sampai akhirnya sampai ia pada batas kelelahannya. Ia sering mengeluh pada teman dekatnya. Ia ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik; tentunya secara finansial maupun iklim kerja. Lalu ia pun mulai bergerilya lagi, melamar pekerjaan ke tempat lain. Ia bertekad untuk pindah dari sekolah itu, meskipun berat rasanya meninggalkan anak -anak yang diajarnya.

Kemudian, pada suatu hari, saat ia masuk kelas tiba -tiba suasanan begitu sunyi. Anak -anak yang biasanya ramai menyambutnya tidak tampak satupun. Dan, itulah, tiba -tiba beberapa orang anak memeluknya dari belakang sambil berkata; “Ibu, selamat ulang tahun!” mereka mencium telapak tangannya. Diikuti seluruh anak yang diajarnya. Mereka memasang sebuah karton besar di kelas yang ditulisi ucapan selamat ultah oleh seluruh anak.

Guru itupun tak kuasa menahan air matanya. Dia menangis sambil jongkok di depan kelas. Anak -anak itu satu persatu menyerahkan bingkisan hadian ulang tahun dan selembar surat.
Di rumahnya, guru itu membuka surat -surat cinta itu dan membacanya sambil menangis. Terutama saat membaca, “Ibu, tak ada yang bisa kuberikan selain ucapan ini. Selamat ulang tahun ibu guru. Terima kasih karena telah begitu baik mengajari kami selama ini. Terima kasih atas segala yang telah ibu berikan. Kami mencintai ibu”
Keesokan harinya, guru itu berkata pada temannya, bahwa dia tidak jadi pindah kerja. saat ditanya alasannya, guru itu menjawab, “aku punya anak -anak. aku belum bisa meninggalkan mereka. belum saat ini”
***
Di saat kenyataan hidup begitu sulit sehingga kita merasa tak bisa memikulnya lagi, apa yang bisa membuat anda bangkit kembali untuk mencoba bertahan? Lalu terus berjuang? Apa yang bisa membuat kita tetap bertahan di jalan ini?

Satu hal yang pasti, keyakinan yang kuat, bahwa sesulit apapun hidup ini, kita pasti bisa melewatinya. Karena kita tak pernah sendirian. Allah bersama kita, Dia akan memberi kekuatan melalui doa kita. Itulah yang membuat kita bisa tetap bertahan.
Lalu, kehadiran orang –orang yang mencintai kita. Terkadang hal -hal yang dianggap sepele, bisa membuat kita bertahan. Bertahan, dan terus bertahan. Perhatian, doa, dan cinta dari orang -orang terdekat, adalah salah satu sumber kekuatan kita. Kita merasa berarti, merasa dicintai, dibutuhkan, sehingga kita mengerahkan segenap energi kita untuk melanjutkan hidup. Melanjutkan perjuangan, yang tak akan pernah ada ujungnya sampai kita mati.

Sebab kuat itu bukan pada saat kita bisa mendapatkan, namun saat kita bisa memberi. Kuat bukan saat kita bisa memenangkan segala kompetisi dalam hidup, tapi saat kita jatuh lalu bangkit kembali untuk bertahan dan melanjutkan perjuangan.
[untuk para sahabat, yang kehadiran kalian membuatku tetap bertahan]
Jazakallah, Thank's,

Bahan Intropeksi diri

sudah benarkah dalam berdakwah hai ikhwah?
“Hei… aku sudah ikut mentoring”
“Aku sudah liqo”
“Aku sudah tarbiyah”
“Aku adalah ikhwah”
Mengapa kau bangga menyebut dirimu sebagai seorang ikhwah?
Padahal kelakuanmu tak ubahnya fatamorgana…..
Boro-boro shalat tahajud
Shalat wajib pun kau malas mengerjakannya
Lalu bagaimana dengan shalat berjama’ah?
Ah, serasa mimpi saja
Apalagi untuk sekedar membaca surat cintaNya
Huh… enakan baca novel, cerpen, atau komik
Lebih asyik dan menghibur
Daripada membekali diri dengan buku-buku islami
Benarkah engkau sudah tarbiyah ?
Kalau dengan lawan jenis kau begitu tak terjaga
Matamu berkeliaran, entah kemana hatimu
Saat ada tangan lembut seorang wanita yang tersodor kepadamu
Engkaupun menyambutnya dengan hangat dengan dalih agar ke’ikhwahan’ mu tidak turun derajatnya
Kau begitu pemilih dalam berdakwah
Mana yang bisa kau jadikan tempat penghidupan
Padahal justru dakwahlah yang harus kau hidupkan
Kau begitu pemilih dalam dakwah
Betapa nikmatnya bertaushiyah dengan sang lawan jenis
Lagi-lagi dengan dalih dakwah
Padahal entah berapa banyak teman-temanmu sejenis yang lebih membutuhkan bimbinganmu
Bukanlah seorang ikhwah, orang yang tidak terjaga lisannya.
Bukan pula seorang ikhwah, orang yang tak bisa menjaga mata dan hatinya
Dari yang diharamkan Allah…
Bukanlah seorang ikhwah, orang yang begitu mudah mengeluh
Padahal ia memiliki Allah sebagai Pembelanya
Apakah pantas engkau mengaku sebagai seorang ikhwah ?
Padahal akhlaqmu begitu jauh dari akhlaq yang sesuai dengan perintahNya?
Benarkah engkau seorang ikhwah
Padahal engkau begitu malas beribadah kepadaNya?
Sekali lagi, kutanya kepadamu
ikhwah kah dirimu?
Padahal amalanmu begitu ternoda dengan tujuan duniawi
Tiada sedikitpun engkau beramal kecuali mengharap pujian dan balasan dari manusia
Tidakkah engkau malu telah berbuat begitu, wahai engkau yang mengaku sebagai ikhwah?
Apa yang kau lakukan saat ini?
Ketika orang lain tengah berpeluh karena berdakwah
Dan yang lainnya begitu letih menyeru kebaikan
Apa yang sudah kau lakukan?
Menjadi komentator dakwah
Atau turut melaju bersama putarannya?
Lalu, wahai orang yang mengaku dirinya sebagai ikhwah
Dimana engkau telah kubur hatimu?
Hei, sadarlah! Bangunlah!
Sebelum ajal menjemputmu sobat….
from milis : comes_info@yahoogroups.com
lauthfi

“Mengapa cepat sekali hatiku berubah”.

“Mengapa cepat sekali hatiku berubah”. Sejenak iman kuat membara di hati. Tetapi lama kelamaan pudar dan semakin meredup. Dulu bersemangat mengkaji dan mengamalkan islam, kini terus surut oleh kesibukan dunia yang seakan tanpa henti
Semakin diri tenggelam kedasar lautan duniawi, nafas iman terasa semakin lemah dan akan mati lemas ahirnya. Kelemahan iman menyebabkan diri tersungkur di lembah dosa. Ibadah yang tidak berkualitas, perlahan menjadikan diri jauh dari Alloh, terseleweng dari jalannya, terbenam dalam permainan nafsu syahwat, hingga kesulitan tuk kembali. Hati mengeras, nurani pudar, Jiwa gersang, aqidah goyah dan iman meranggas.
Sungguh tiada kemalangan yang lebih dahsyat bila semacam ini terus-terusan hingga pintu kubur.

RusaKnya amal bermula dari hati yang tidak khusu. Penyakit akan bertambah apabila terjadi ke kemalasan ketika beribadah. Berjumpa dan berhubungan dengan Allah tanpa wujud perasaan seolah- olah kosong dan hampa. Melakukan sekedar diri terlepas dari kewajiban tanpa merasai kemanisan ibadat.

Rekreasi bisa meredakan ketegangan , menuruti selera dan shoping bisa mengobati kebosanan, memakai pakaian yang indah dan mahal tidak dilarang, membeli perhiasan dan apa yang menyukakan hati bisa melahirkan kesukuran kepada nikmat Allah taala.
Akan tetapi, perkara begini kadang-kadang membuat lalai, berlebihan dalam memanjakan diri, melemahkan senangat perjuangan hidup. Mengaburkan mata dan hati dan ahirnya larut dalam kesibukan dunia hingga melupakan akherat.

Tidak menghadiri majlis ilmu atau pengajian, bisa menyebabkan lupa dan hilang pedoman hidup, tidak jelas arah dan tujuan. Siapa diri ini , berasal dari manakah dia, mau kemana dan apa yang mau di capainya? Manusia yang lemah iman mudah kehilangan tujuan hidupnya. Untuk mendapatkan kembali pedoman hidupnya supaya tidak tersalah jalan, memerlukan hidayah yaitu ilmu Allah.

Hidayah perlu di kejar dengan mujahadah. Perlu di jaga dan dirawat agar tidak terlepas dari genggaman. Setiap mukmin memiliki hati yang mampu berbisik mengenai keadaan imannya , siapakah yang paling mengetahui diri kita melainkan Allah dan diri kita sendiri.

Mengingat Allah mengantar kepada ketenangan jiwa. Tenang dengan takdirnya, dikala susah dan senang, dikala sedih bahagia, dikala sempit lapang, dikala jatuh bangkit,.. yang ada hanyalah reda dengan jalan hidup yang ditetapkannya,yang di ridoi Allah,… hidup senantiasa optimis karena yakin segalanya telah termaktub di Lauh Mahfuz. Dan ketetapan Alloh pada hambanya adalah yang terbaik